PENDAHULUAN
Kangkung (Ipomoea spp.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran daun, termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Daun kangkung merupakan sumber pro-vit A yang sangat baik. Kangkung dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan tempat tumbuhnya, yaitu: 1) kangkung air hidup di tempat yang basah atau berair, dan 2) kangkung darat, hidup di tempat yang kering atau tegalan.
PERSYARATAN TUMBUH
Tanaman kangkung tidak memerlukan persyaratan tempat tumbuh yang sulit. Salah satu syarat yang penting adalah air yang cukup, terutama untuk kangkung air. Bagi kangkung darat apabila kekurangan air pertumbuhannya akan mengalami hambatan, sehingga perlu dilakukan penyiraman. Kangkung dapat ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Pada dataran rendah, biasanya kangkung ditanam di kolam atau rawa-rawa atau di atas timbunan bekas sampah dan juga di tegalan. Waktu tanam yang baik adalah pada musim hujan untuk kangkung darat dan musim kemarau untuk kangkung air.
BUDIDAYA TANAMAN
1. Benih
Varietas yang dianjurkan adalah varietas Sutra dan varietas lokal, seperti lokal Subang dsb. Kangkung air mempunyai daun panjang dengan ujung yang agak tumpul berwarna hijau tua dan bunganya berwarna keunguan. Jenis ini diperbanyak dengan stek batang yang panjangnya 20–25 cm. Untuk kebutuhan stek dalam 1 m2 yaitu sekitar 16 stek.
Kangkung darat mempunyai daun panjang dengan ujung daun yang runcing, berwarna hijau keputih–putihan dan bunganya berwarna putih. Jenis kangkung darat dapat diperbanyak dengan biji. Kebutuhan benih untuk luasan satu hektar sekitar 10 kg.
2. Penanaman
Stek–stek kangkung air ditanam pada lumpur kolam atau sawah yang dangkal dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Pada pertanaman kangkung air, pemberian pupuk kandang jarang dilakukan. Pupuk buatan berupa 50–100 kg N/ha diberikan setelah tanaman tumbuh. Pemberian pupuk N juga diberikan setelah panen.
Biji kangkung darat ditanam pada tanah tegalan yang telah dipersiapkan. Tanah tegalan tersebut dicangkul sedalam 30 cm, dan diberi pupuk kandang kuda atau domba sebanyak 1 kg/m2 atau 10 ton/ha. Setelah tanah diratakan kemudian dibuat bedengan pertanaman dengan lebar 60 cm atau 1 m. Pada bedengan-bedengan tersebut dibuat lubang-lubang tanam dengan jarak 20 cm antar barisan dan 20 cm antara tanaman. Tiap lubang diberi 2–7 biji kangkung. Sistem penanaman dilakukan dengan zig-zag atau sitem garitan (baris).
Pemupukan yang digunakan yaitu Urea 200 kg, TSP 200 kg dan KCl 100 kg per hektar.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang perlu dilakukan terutama adalah menjaga ketersediaan air pada kangkung darat. Apabila tidak turun hujan, harus segera dilakukan penyiraman. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pengendalian gulma pada waktu tanaman masih muda atau belum menutup tanah dan menjaga tanaman dari serangan hama dan penyakit.
4. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Hama yang menyerang tanaman kangkung antara lain ulat grayak (Spodoptera litura F), kutu daun (Myzus persicae Sulz) dan Aphis gossypii. Sedangkan penyakit yang dapat menyerang batang tanaman kangkung antara lain penyakit karat putih yang disebabkan oleh Albugo ipomoea reptans. Gejala penyakit ini berupa pustul–pustul (bintik berwarna putih) di sisi daun sebelah bawah batang. Apabila diperlukan penggunaan pestisida, sebaiknya digunakan pestisida yang benar–benar aman dan cepat terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati ataupun insektisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.
5. Panen dan Pascapanen
Setelah tanaman berumur 30-40 hari, kangkung yang berasal dari stek mulai dapat dipangkas ujungnya sepanjang kurang lebih 20 cm, agar tanaman banyak bercabang. Sedangkan untuk tanaman yang berasal dari biji, panen dimulai setelah berumur 60 hari. Pangkasan ini merupakan hasil panen pertama yang dapat dijual. Pemungutan hasil selanjutnya dilakukan dengan jalan memangkas ujung cabang-cabangnya pada tiap setengah bulan sekali. Tanaman yang baik dapat menghasilkan 10–16 ton/ha dalam satu tahun. Tanaman berumur satu atau dua tahun perlu dibongkar atau diganti dengan tanaman baru.
Sumber: Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Pusat Balai Penelitian dan Pengembangan Holtikultura
Badan Penelitian dan Penggembangan Pertanian 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar